Tokopedia

Tokopedia
Jas Hujan

Laporan KTD Kenaikan Titik Didih

Cara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sifat koligatif, yaitu sifat larutan yang hanya tergantung pada konsentrasi partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut terdiri atas penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis. Sifat koligatif larutan dapat digunakan untuk menentukan massa molekul relatif, derajat ionisasi dan jumlah ion zat terlarut.
Pada tekanan udara luar 760 mmHg, air mendidih pada suhu 100°C. Dengan adanya zat terlarut menyebabkan penurunan tekanan uap larutan, sehingga pada suhu 100°C larutan air belum mendidih karena tekanan uapnya belum mencapai 760 mmHg. Untuk mencapai tekanan uap 760 mmHg maka perlu dipanaskan lebih tinggi lagi akibatnya larutan mendidih pada suhu lebih dari 100°C. Ini berarti bahwa titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya. Selisih antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik didih (DTb).
Adanya perbedaan titik didih antara aquadest dengan larutan lainnya yang melatarbelakangi percobaan ini dimana akan dicari seberapa besar kenaikan titik didih untuk setiap run sampel percobaan.

1.2    Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah percobaan kenaikan titik didih ini adalah:
1.    Bagaimana menentukan kenaikan titk didih beberapa larutan dengan metode Landsberger.
2.    Bagaimana pengaruh konsentrasi zat dari berbagai larutan terhadap kenaikan titik didih larutan.
3.    Bagaimana perbedaan kenaikan titik didih pada larutan elektrolit dan non elektrolit.
4.    Bagaimana perbedaan kenaikan titik didih dengan menggunakan sampel yang memiliki berat molekul yang sama.

1.3  Tujuan Percobaan
       Tujuan percobaan kenaikan titik didih ini adalah:
1.    Menentukan kenaikan titik didih dan penurunan tekanan uap dari beberapa larutan dengan metode Landsberger.
2.    Membuat grafik konsentrasi versus titik didih.
3.    Membuat grafik fraksi mol zat terlarut versus penurunan tekanan uap.
4.    Mempelajari pengaruh berat molekul terhadap kenaikan titik didih.

1.4  Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan kenaikan titik didih ini adalah:
1.    Praktikan dapat menentukan kenaikan titik didih dengan metode Landsberger.
2.    Praktikan dapat membuat grafik konsentrasi versus titik didih.
3.    Praktikan dapat membuat grafik fraksi mol zat terlarut versus penurunan tekanan uap.
4.    Memahami pengaruh berat molekul terhadap kenaikan titik didih.

1.5  Ruang Lingkup Percobaan
Adapun ruang lingkup dari percobaan ini adalah:
1.  Praktikum kenaikan titik didih ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2.  Batasan masalah pada percobaan ini adalah penentuan konsentrasi larutan, penentuan titik didih larutan, penurunan tekanan uap dan hubungan antara konsentrasi terhadap kenaikan titik didih larutan dan penurunan tekanan uap.
3. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Maltosa (C12H22O11), Sukrosa (C12H22O11), Kalium Klorida (KCl), dan Aquadest (H2O), sedangkan alat yang digunakan adalah labu distilasi, neraca elektrik, termometer, gelas ukur, batang pengaduk, selang, pipa kapiler, bunsen, kaki tiga, selotip, statif, klem, mancis, dan alumunium foil.
4.  Percobaan ini dilakukan berdasarkan metode Landsberger dan sebanyak 4 run percobaan untuk setiap zat terlarut yang digunakan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Sifat Koligatif Larutan
Bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut murni, maka sifat larutan itu berbeda dengan pelarut murni. Terdapat empat sifat fisik larutan yang mana empat sifat ini hanya bergantung pada jumlah molekul (partikel) zat terlarut dalam larutan itu, tidak tergantung pada jenis zat terlarut. Keempat sifat itu disebut dengan sifat koligatif larutan. Yang termasuk sifat koligatif larutan adalah:
1. Penurunan tekanan uap (ΔP)
2. Penurunan titik beku (ΔTf)
3. Kenaikan titik didih (ΔTb)
4. Tekanan osmotik (π)
        Keempat sifat itu nilainya hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut. Semakin besar jumlah partikel zat terlarut, makin besar pula nilai sifat-sifat koligatifnya. Selain itu, keempat sifat koligatif tersebut saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satu nilainya diketahui maka nilai-nilai lainnya dapat ditentukan. Tetapi baik dipahami bahwa sifat koligatif larutan ini hanya berlaku normal bila batasan-batasan di bawah ini dipenuhi yaitu:
1. Zat terlarut harus tidak menguap (non-volatile)
2. Konsentrasi zat terlarut kecil (larutan harus encer)
3. Zat terlarut bukan zat elektrolit, jadi harus zat non-elektrolit
        Di luar ketiga hal tersebut maka sifat koligatif larutan akan menunjukkan penyimpangan (abnormal). Kegunaan terpenting dari sifat koligatif ini adalah untuk menentukan berat molekul (Mr) suatu zat dalam larutan (Kadri, 2009).

2.2    Tekanan Uap
Seperti dalam kasus gas, energi kinetik molekul cairan tidak seragam tetapi bervariasi. Terdapat keteraturan dalam keragaman ini, dan distribusi energi kinetik ditentukan oleh hukum distribusi Boltzmann. Hukum ini menyatakan bahwa partikel yang paling melimpah adalah partikel dengan energi kinetik rata-rata, dan jumlah partikel menurun dengan teratur ketika selisih energi kinetiknya dengan energi kinetik rata-rata semakin besar.
        Beberapa molekul yang energi kinetiknya lebih besar dari energi kinetik rata-rata dapat lepas dari gaya tarik antarmolekul dan menguap. Bila cairan diwadahi dalam ruang tanpa tutup, cairan akan perlahan menguap dan akhirnya habis. Bila ruangnya memiliki tutup dan cairannya terisolasi, molekulnya kehilangan energinya dengan tumbukan dan energi kinetik beberapa molekul menjadi demikian rendah sehingga molekul tertarik dengan gaya antarmolekul pada permukaan cairan dan kembali masuk ke cairan. Ini adalahkondensasi uap dalam deskripsi makroskopik. Akhirnya jumlah molekul yang menguap dari permukaan cairan dan jumlah molekul uap yang kembali ke cairan menjadi sama mencapai kesetimbangan dinamik. Keadaan ini disebut kesetimbangan uap-cair.
        Tekanan uap cairan adalah salah satu sifat penting larutan. Dalam hal sistem biner, bila komponennya mirip ukuran molekul dan kepolarannya, misalnya benzen dan toluen, tekanan uap larutan dapat diprediksi dari tekanan uap komponennya. Hal ini karena sifat tekanan uap yang aditif. Bila larutan komponen A dan komponen B dengan fraksi mol masing-masing adalah xA dan xB berada dala kesetimbangan dengan fasa gasnya tekanan uap masing-masing komponen sebanding dengan fraksi molnya dalam larutan. Tekanan uap komponen A, pA,diungkapkan sebagai:
pA = pA0 . xA
pA0 adalah tekanan uap cairan A murni pada suhu yang sama. Hubungan yang mirip juga berlaku bagi tekanan uap B, pB. Hubungan ini ditemukan oleh kimiawan Perancis Francois Marie Raoult (1830-1901) dan disebut dengan hukum Raoult. Untuk larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul individual kedua komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan semacam ini disebut larutan ideal (Takeuchi, 2006).

2.3    Titik Didih
        Tekanan uap cairan meningkat dengan kenaikan suhu dan gelembung akan terbentuk dalam cairannya. Tekanan gas dalam gelembung sama dengan jumlah tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik akibat tinggi cairan di atas gelembung. Wujud saat gelembung terbentuk dengan giat disebut dengan mendidih, dan temperatur saat mendidih ini disebut dengan titik didih. Titik didih pada tekanan atmosfer 1 atm disebut dengan titik didih normal. Titik didih akan berubah bergantung pada tekanan atmosfer. Bila tekanan atmosfer lebih tinggi dari 1 atm, titik didih akan lebih tinggi dari titik didih normal. Sementara bila tekanan atmosfer lebih rendah dari 1 atm, titik didihnya akan lebih rendah dari titik didih normal. Titik didih dan perubahannya dengan tekanan bersifat khas untuk tiap senyawa. Jadi titik didih adalah salah satu sarana untuk mengidentifikasi zat. Titik didih ditentukan oleh massa molekul dan kepolaran molekul. Di antara molekul dengan jenis gugus fungsional polar yang sama, semakin besar massa molekulnya, semakin tinggi titik didihnya (Takeuchi, 2006).

2.4    Kenaikan Titik Didih
        Bila dibandingkan tekanan uap larutan pada suhu yang sama lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya. Jadi, titik didih normal larutan, yakni suhu saat fasa gas pelarut mencapai 1 atm, harus lebih tinggi daripada titik didih pelarut. Fenomena ini disebut dengan kenaikan titik didih larutan. Dengan menerapkan hukum Raoult pada larutan ideal, kita dapat memperoleh hubungan berikut:
pA = p0A xA = p0A [nA /(nA + nB)]
(p0A- pA)/ p0A = 1 - xA = xB
xA dan xB adalah fraksi mol, dan nA dan nB adalah jumlah mol tiap komponen. Persamaan ini menunjukkan bahwa, untuk larutan ideal dengan zat terlarut tidak mudah menguap, penurunan tekanan uap sebanding dengan fraksi mol zat terlarut.
Untuk larutan encer, yakni nA + nB hampir sama dengan nA, jumlah mol nB dan massa pada konsentrasi molal mB diberikan dalam ungkapan.
xB = nB/(nA + nB) . nB/nA= nB/(1/MA) = MAmB
MA adalah massa molar pelarut A. Untuk larutan encer, penurunan tekanan uap sebanding dengan mB, massa konsentrasi molal zat terlarut B. Perbedaan titik didih larutan dan pelarut disebut dengan kenaikan titik didih, ΔTb. Untuk larutan encer, kenaikan titik didih sebanding dengan massa konsentrasi molal zat terlarut B.
ΔTb = Kb mB
Tetapan kesebandingan Kb khas untuk setiap pelarut dan disebut dengan kenaikan titik didih molal (Takeuchi, 2006).

2.5    Aplikasi Percobaan Kenaikan Titik Didih Dalam Industri “Pembuatan n-Butanol Dengan Proses Fermentasi”
        Bahan baku yang biasa digunakan untuk menghasilkan n-butanol pada proses fermentasi adalah molase. Molase merupakan hasil samping dari industri gula yang diperoleh setelah sukrosa dikristalisasi dan disentrifusi dari sari gula tebu.
Proses fermentasi molase menggunakan kultur bakteri. Bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi n-butanol dan gas. Molase bersama kultur bakteri dimasukkan ke dalam tangki fermentasi yang beroperasi pada kondisi aerob. Pada proses ini akan terbentuk gas CO2 dan hidrogen. Gas-gas ini ditampung untuk kemudian di recovery. Reaksi fermentasi:
(C6H10O5)x =>      C6H12O6 =>        CH3COCH3 + CH3CH2CH2OH + C2H5OH + CO2+ H2
Alkohol hasil fermentasi merupakan alkohol berkadar rendah yang disebut beer. Alkohol ini kemudian dibawa ke kolom beer. Kolom ini berjumlah 2 buah dan berfungsi untuk menaikkan konsentrasi alkohol yang diperoleh. Hasil atas beer kolom kedua dibawa ke kolom distilasi pertama untuk memisahkan aseton dari alkohol. Hasil bawah kolom beer dibawa ke kolom distilasi kedua untuk memperoleh n-butanol dengan kemurnian 96 %. Selain n-butanol, proses ini juga menghasilkan aseton dan etanol. Tiap 1 gallon molase mengandung 6 lb gula yang akan menghasilkan 1,45 lb n-butanol; 0,4 l­­­­b aseton ; dan 0,07 lb campuran etanol, CO2, dan hidrogen (Halimatuddahliana, 2004).












Gambar 2.1 Flowsheet Pembuatan n-Butanol Secara Fermentasi
(Halimatuddahliana, 2004)



   


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1  Bahan dan Peralatan
3.1.1 Bahan dan Fungsi
Adapun bahan beserta fungsinya adalah sebagai berikut:
1.      Natrium klorida (NaCl)
                       Fungsi: sebagai bahan percobaan yang dicari titik didihnya.
2.      D-glukosa (C6H12O6)
                       Fungsi: sebagai bahan percobaan yang dicari titik didihnya.
3.      Aquades (H2O)
Fungsi: sebagai pelarut.

3.1.2 Peralatan dan Fungsi
Adapun peralatan beserta fungsinya adalah sebagai berikut:
1.         Labu distilasi
Fungsi: sebagai wadah pelarut yang akan menguapkan larutan.
2.         Neraca elektrik
Fungsi: sebagai alat pengukur jumlah massa zat terlarut
3.         Termometer
Fungsi: untuk mengukur suhu larutan.
4.         Gelas ukur
Fungsi: mengukur volume larutan dan sebagai wadah larutan
yang akan dididihkan.
5.         Batang pengaduk
Fungsi: membantu mengaduk dalam pembuatan larutan.
6.         Pipa bengkok
Fungsi: untuk mengalirkan uap dari labu distilasi ke gelas ukur.
7.         Pipa kapiler
Fungsi: untuk mengalirkan uap ke udara.
8.         Bunsen
Fungsi: sebagai sumber panas.
9.         Kaki tiga dan kasa
Fungsi: sebagai alat untuk menopang tabung distilasi.
10.     Statif dan klem
Fungsi: untuk menyangga labu distilasi agar tidak jatuh.

3.2  Rangkaian Peralatan


Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan Kenaikan Titik Didih Metode Landsberger
Keterangan gambar :
1.    Statif                                                   6. Bunsen
2.    Klem                                                    7. Pipa bengkok
3.    Labu distilasi                                       8. Kaki tiga    
4.    Gabus                                                  9. Gelas ukur
5.    Pipa kapiler                                        10. Termometer            




3.3  Prosedur Percobaan
3.3.1  Prosedur Percobaan Kalibrasi
1.      Dirangkai alat yang akan digunakan.
2.      Labu distilasi diisi dengan air hingga 2/3 bagian volumenya, lalu ditutup dengan gabus yang dilengkapi dengan pipa kapiler.
3.      Air dalam labu distilasi dipanaskan sampai mendidih, dan uapnya digunakan untuk mendidihkan aquades dalam gelas ukur sebanyak 11 ml.
4.      Kemudian diukur suhu saat aquades dalam gelas ukur mendidih sebagai suhu kalibrasi.
3.3.2  Kenaikan Titik Didih Metode Landsberger
1.         Dirangkai alat yang akan digunakan.
2.         Labu distilasi diisi dengan air hingga 2/3 bagian volumenya, lalu ditutup dengan gabus yang dilengkapi pipa kapiler.
3.         Gelas ukur diisi dengan air sebanyak 11 ml dan ditambahkan sampel sesuai penugasan.
4.         Diaduk dan kemudian diukur volumenya sebagai V1.
5.         Air dalam labu distilasi dipanaskan sampai mendidih, dan uapnya digunakan untuk mendidihkan larutan dalam gelas ukur.
6.         Suhu pada saat larutan mendidih dicatat.
7.         Diukur volume larutan sebagai V2.
8.         Percobaan diulangi untuk run berikutnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Percobaan Kalibrasi
4.1.1   Kalibrasi Pelarut
V pelarut awal (V0)  :  11 ml
Titik didih kalibrasi  :  90 oC
4.1.2   Penentuan Titik Didih Dengan Metode Landsberger
                       Sampel Natrium Klorida (NaCl)
      Tabel 4.1 Hasil Percobaan untuk Sampel Kalium Klorida
Run
W (gr)
V1 (ml)
V2 (ml)
m1
m2
Td (oC)
∆Td (oC)
1
0,2
94
11,5
18
0,31
0,20
94
2
0,6
96
12,5
20,5
0,85
0,52
96
3
0,8
97
13
21
1,09
0,67
97
4
0,9
98
13,5
22
1,18
0,72
98

                  Kd­teori      = 7,590oC/molal
                       Sampel Fruktosa (C6H12O6)
Tabel 4.2 Hasil Percobaan untuk Sampel Fruktosa (C6H12O6)
Run
W (gr)
V1 (ml)
V2 (ml)
m1
m2
Td (oC)
∆Td (oC)
1
0,1
91
11,5
18,5
0,052
0,032
91
2
0,3
93
11,6
19,5
0,157
0,091
93
3
0,4
94
11,7
20
0,209
0,119
94
4
0,6
95
12
21,5
0,314
0,168
95

            Kd­teori          = 7,467 oC/mola
 oC/molal
            Sampel Glukosa (C6H12O6)
 Tabel 4.3 Hasil Percobaan untuk Sampel Glukosa (C6H12O6)
Run
W (gr)
V1 (ml)
V2 (ml)
m1
m2
Td (oC)
∆Td (oC)
1
0,1
92
11,5
18
0,052
0,033
92
2
0,3
93
11,6
20
0,157
0,089
93
3
0,4
94
11,7
21
0,209
0,113
94
4
0,6
96
12
22,5
0,314
0,160
96

            Kd­teori      = 7,508 oC/molal
 oC/molal


4.2    Pembahasan
4.2.1   Pengaruh Fraksi Mol Zat Terlarut Terhadap Penurunan Tekanan Uap Larutan
            Dibawah ini adalah Gambar 4.1 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh fraksi mol zat terlarut Natrium Klorida  (X2) terhadap penurunan Tekanan Uap larutan Natrium Klorida (ΔP), gambar 4.2 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh fraksi mol zat terlarut Fruktosa  (X2) terhadap penurunan Tekanan Uap larutan Fruktosa (ΔP), dan gambar 4.3 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh fraksi mol zat terlarut Glukosa  (X2) terhadap penurunan Tekanan Uap larutan Glukosa (ΔP).


 Gambar 4.1 Pengaruh Fraksi Mol NaCl  Terhadap Penurunan Tekanan Uap Larutan NaCl (∆P)
                          

Gambar 4.2 Pengaruh Fraksi Mol Fruktosa Terhadap Penurunan Tekanan Uap Larutan Fruktosa (∆P)

Gambar 4.3 Pengaruh Fraksi Mol Glukosa Terhadap Penurunan Tekanan Uap Larutan Glukosa (∆P)

Dari gambar 4.1 ditunjukkan bahwa fraksi mol zat terlarut NaCl (X2) berbanding lurus dengan penurunan tekanan uap larutan Natium Klorida (P). Pada run I dengan fraksi mol 5,8. 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan NaCl (P) sebesar 3,0323 kPa. Pada run II dengan fraksi mol 17,1 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan NaCl (P) sebesar  8,9931 kPa dan pada run III dengan fraksi mol 22,7 . 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan NaCl (P) sebesar 11,9228 kPa sedangkan pada run IV dengan fraksi mol 25,4. 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan NaCl (P) sebesar  1,584913,3753 kPa.
Dari gambar 4.2 ditunjukkan bahwa fraksi mol zat terlarut Fruktosa (X2) berbanding lurus dengan penurunan tekanan uap larutan Fruktosa (P). Pada run I dengan fraksi mol 1. 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Fruktosa (P) sebesar  0,495 kPa. Pada run II dengan fraksi mol 3 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Fruktosa (P) sebesar 1,481 kPa dan pada run III dengan fraksi mol 4 . 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Fruktosa (P) sebesar 1,973 kPa sedangkan pada run IV dengan fraksi mol 6. 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Fruktosa (P) sebesar 2,954 kPa.
Dari gambar 4.3 ditunjukkan bahwa fraksi mol zat terlarut Glukosa (X2) berbanding lurus dengan penurunan tekanan uap larutan Glukosa (P). Pada run I dengan fraksi mol 1. 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Glukosa (P) sebesar  0,475 kPa. Pada run II dengan fraksi mol 3 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Glukosa (P) sebesar 1,461 kPa dan pada run III dengan fraksi mol 4 . 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Glukosa (P) sebesar 1,983 kPa sedangkan pada run IV dengan fraksi mol 6. 10-3 diperoleh penurunan tekanan uap larutan Glukosa (P) sebesar 2,964 kPa.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori.

4.2.2        Pengaruh Molalitas (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih
Dibawah ini Gambar 4.4 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh molalitas Natrium Klorida (NaCl) (m) terhadap kenaikan titik didih larutan NaCl (ΔTd), Gambar 4.5 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh molalitas Glukosa (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Glukosa (ΔTd), dan Gambar 4.6 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh molalitas Fruktosa (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Fruktosa (ΔTd).


Gambar 4.4 Pengaruh Molalitas NaCl (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan NaCl (∆Td)


Gambar 4.5 Pengaruh Molalitas Glukosa (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan Glukosa (∆Td)
Gambar 4.6 Pengaruh Molalitas Fruktosa (m) Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan Fruktosa (∆Td)

Dari gambar 4.4 ditunjukkan bahwa molalitas Natrium Klorida (m) berbanding lurus dengan kenaikan titik didih larutan Natrium Klorida (∆Td). Pada run I dengan konsentrasi 0,202 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 4 oC, pada run II dengan konsentrasi 0,559 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 6 oC dan pada run III dengan konsentrasi 0,746 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 7 oC.  Sedangkan pada run IV dengan konsentrasi 0,817 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) sebesar 8 oC. 
Dari gambar 4.5 ditunjukkan bahwa molalitas Glukosa (m) berbanding lurus dengan kenaikan titik didih larutan Glukosa (∆Td). Pada run I dengan konsentrasi 0,033 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 2 oC, pada run II dengan konsentrasi 0,089 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 3 oC dan pada run III dengan konsentrasi 0,113 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 4 oC.  Sedangkan pada run IV dengan konsentrasi 0,160 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) sebesar 6 oC. 
Dari gambar 4.6 ditunjukkan bahwa molalitas Fruktosa (m) berbanding lurus dengan kenaikan titik didih larutan Fruktosa (∆Td). Pada run I dengan konsentrasi 0,032 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 1 oC, pada run II dengan konsentrasi 0,091 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 3 oC dan pada run III dengan konsentrasi 0,119 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) 4 oC. Sedangkan pada run IV dengan konsentrasi 0,168 molal diperoleh kenaikan titik didih (∆Td) sebesar 5 oC. 
Hasil eksperimen Roult menunjukan bahwa Kenaikan titik didih larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (molal) dari zat terlarut semakin besar. Titik didih larutan akan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni. Hal ini juga diikuti dengan penurunan titik beku pelarut murni, atau titik beku larutan lebih kecil dibandingkan titik beku pelarutnya. Roult menyederhanakan ke dalam persamaan:
ΔTb = kb . m
Perubahan titik didih atau ΔTb merupakan selisih dari titik didih larutan dengan titik didih pelarutnya, seperti persamaan :
ΔTb = Tb – Tbº
Hal yang berpengaruh pada kenaikan titik didih adalah harga kb dari zat pelarut. Kenaikan tidak dipengaruhi oleh jenis zat yang terlarut, tapi oleh jumlah partikel atau mol terlarut khususnya yang terkait dengan proses ionisasinya. Untuk zat terlarut yang bersifat elektrolit persamaan untuk kenaikan titik didik harus dikalikan dengan faktor ionisasi larutan, sehingga persamaannya menjadi :
                                                           ΔTb = kb . m.i                                (Dina, 2012)
Keterangan:
Tb =  kenaikan titik didih larutan
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal pelarut (kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam 1000 gram pelarut)
m   = molal larutan (mol/100 gram pelarut)
i     = faktor van’t hoff
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan yang diperoleh adalah sesuai dengan teori.

4.2.3        Perbandingan Kenaikan Titik Didih Larutan Dengan Berat Molekul yang Sama

Gambar 4.7 Perbandingan Antara Kenaikan Titik Didih Larutan Glukosa dengan Kenaikan Titik Didih Larutan Fruktosa

Dari gambar ditunjukkan bahwa pada massa Fruktosa dan Glukosa yang sama, ada perbedaan kenaikan titik didih antara kedua larutan. Pada run I dengan massa 0,1 gram, kenaikan titik didih (∆Td) glukosa adalah 2 oC sedangkan kenaikan titik didih (∆Td) fruktosa adalah 1 oC, pada run II dengan massa 0,3 gram, kenaikan titik didih (∆Td) glukosa adalah 3 oC sedangkan kenaikan titik didih (∆Td) fruktosa adalah 3 oC, pada run III dengan massa 0,4 gram, kenaikan titik didih (∆Td) glukosa adalah 4 oC sedangkan kenaikan titik didih (∆Td) fruktosa adalah 4 oC, pada run IV dengan massa 0,6 gram, kenaikan titik didih (∆Td) glukosa adalah 6 oC sedangkan kenaikan titik didih (∆Td) fruktosa adalah 5 oC.
Secara teori, titik leleh glukosa adalah 146 oC dan titik leleh fruktosa adalah 103 oC. Maka, titik leleh glukosa lebih tinggi daripada titik leleh fruktosa (Sciencelab, 2012).
Hasil percobaan menyatakan bahwa kenaikan titik didih (∆Td) glukosa lebih besar daripada kenaikan titik didih (∆Td) fruktosa. Maka percobaan ini, sesuai dengan teori.




Referensi : 
 Chang, Raymond. 2010. Kimia Dasar. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta : Erlangga
  Halimatuddahliana. 2004. Pembuatan n-Butanol Dengan Proses Fermentasi. Universitas Sumatera Utara : Fakultas Teknik
  Geankoplis, C.J. 1993. Transport Processes and Separation Process Principles. Edisi Keempat. New Jersey : Pearson Education, Inc
Kadri, A. 2009. Kimia Medik. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Perry, Robert H., Green, Don W., Maloney, James O. 1997. Chemical Engineer’s Handbook. Edisi Keenam. McGraw-Hill Book Company
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta
Takeuchi, Yashito. 2006. Pengantar Kimia. Tokyo: Muki Kagaku




Cara
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment